Unless it's photographed by me, all pictures are taken from vi.sualize.us or Google Image

Tuesday 7 December 2010

Life is (not always) Unfair


Gue dan komplotan waktu zaman kuliah dulu punya hari yang kita namakan "Mejeng Day". "Mejeng" artinya kita bakalan ngumpul-ngumpul bareng, segambreng, menuh-menuhin meja di food court, mulai cekakak-cekikik, komentar ini-itu, dan pastinya berisik banget. 

Di salah satu Mejeng Day, tiba-tiba teman gue nyeletuk, "life is fair, isn't it?" Katanya, gimana gak adil, wong coba liat daritadi banyak pasangan yang lalu-lalang, cewek-cowok, ceweknya cakep tapi cowoknya jelek. Yang cakep dapat yang jelek, yang jelek dapat yang cakep. Adil kan?

Oh, I don't think so, dear. Now that you're talking about fairness, look at Megan Fox. Cantik, seksi, tajir, aktingnya bagus. Seems like all the girls in the world are willing to kill to get what she has. It's so daaaaammmnnnnn unfair! *sirik mode ON*. Hihihi. 

I'm just kidding anyway. Hehehe. 

Seandainya bisa semudah itu menggambarkan adil atau tidaknya hidup ini... Coba lihat dulu, adakah standar umum dari "hidup yang adil" atau "hidup yang tidak adil"? Sepertinya, standar umum itu malah diciptakan oleh setiap orang untuk hidupnya masing-masing. 

Hidup itu adil kalau lo mendapatkan semua hal yang lo inginkan, yang lo pikir memang pantas lo dapatkan. Sebaliknya, hidup itu tidak adil saat lo tidak memiliki apa yang dimiliki oleh orang lain, sementara menurut lo mereka tidak pantas mendapatkan apa yang mereka miliki.

Ketika lo merasa hidup tidak adil, lo diliputi ketidakbahagiaan, mulai frustrasi dan menyalahkan orang lain atas ketidakbahagiaan lo. Istilahnya kita-kita, lo tuh iri hati. Padahal ketika segalanya indah dan lo mendapatkan semua yang lo inginkan, lo lupa dengan orang-orang di sekitar lo.

Satu kutipan yang pernah gue baca, katanya "deal with the world the way it is, not the way you wish it was." Gue rasa itu solusinya ketika lo merasa frustrasi ketika lo merasa hidup tidak adil. Terkadang apa yang lo inginkan belum bisa terpenuhi sekarang tapi mungkin saja nanti, dan apapun yang nantinya lo dapatkan bisa saja jauh lebih baik.

One more thing, (gue ingetin lagi) selalu bersyukur untuk apa yang telah lo peroleh. Yakin deh, masih banyak banget orang-orang yang kurang beruntung jika dibandingkan dengan lo. Bisa makan tiga kali sehari aja seharusnya lo bersyukur.

The last but not least, seharusnya lo ingat juga bahwa tidak setiap orang yang lo pikir sudah mendapatkan semua yang dia inginkan, merasa hidup itu adil dan membuat mereka menjadi orang yang paling bahagia di muka bumi ini.

Okay, I'm one step closer to be a preacher :p.

Sunday 5 December 2010

Life is Fun!


Di suatu pagi buta, gue dibangunkan oleh telepon dari teman gue yang memberitahu (read: bergosip) kalau teman yang satu lagi, semalam dilarikan ke rumah sakit karena ditemukan pingsan di kamar dengan pergelangan tangan yang berlumuran darah. 

What??? Why??? What happened???

Kali ini gue enggak bisa cuek ketika mendengar ada orang yang gue kenal mencoba bunuh diri. Gue kenal dia meskipun enggak begitu dekat. Orangnya selalu terlihat riang, suka bercanda, murah senyum, down to earth banget, sekarang punya pekerjaan yang bagus, karir juga oke, keluarganya juga orang yang berada. Pokoknya gak bakal percaya kalau dia bisa bunuh diri. Tapi ternyata sekarang dia terkapar di rumah sakit karena percobaan bunuh diri. 

Dulu, waktu ada kejadian orang bunuh diri dengan cara loncat dari gedung universitas, gue cuma berkomentar "aduh, bunuh diri kok di kampus orang sih?" Dulu juga, waktu gue masih tergila-gila dengan segala hal yang berbau Korea, tiba-tiba muncul berita si artis ini dan si artis itu ditemukan tewas bunuh diri, dan gue pun cuma geleng-geleng kepala.

Setelah selesai mengobrol gue jadi bengong sendiri, masih belum bisa percaya dengan apa yang baru saja gue dengar. It could happen to anyone, even to me. Gue pernah mengalami masa-masa yang disebut Nut sebagai masa-depresi-dan-rawan-bunuh-diri, karena aktifitas gue setiap hari cuma seputaran bangun pagi-mandi-ke kantor-kerja sampai malam-pulang-mandi-makan-tidur. 

There was a slight thought to suicide, tapi kemudian berpikir lagi (iye, gue hobinya berpikir sih):

[First thought] Gimana caranya??? Slit my wristhand? Nanti bekasnya merusak kulit gue yang putih mulus. Hihi. Loncat dari atap gedung? Aih, keburu ciut nyali gue. Minum obat serangga? Baunya gak enak banget! Bikin mual...hoeeekkk... Tabrakin mobil? Aduh, sayang mobil gue. Bisa-bisa gue disumpahin gentayangan sama bokap. Hehehehe. 
[Second thought] Kan masih banyak hal-hal yang belum gue lakukan di muka bumi ini??? Gue belum membalas budi ke orang tua. Gue belum berbuat banyak kebaikan. Gue belum sempat pelesir ke seluruh dunia.
Gue belum sempat ke Paris, yang meskipun katanya kotanya jorok, I don't care. Pokoknya gue tetep harus foto-foto di Menara Eiffel dan naik ke puncak Notre Dame Cathedral, atau masuk ke Louvre Museum. Gue belum sempat belanja di Milan, melihat pemandangan London dari London Eye, gue belum sempat ngambil air suci di Lordes, belum sempet menginjakkan kaki di St. Peter Basilica, belum sempet ketemu Sri Paus. 
Gue belum sempat menginjakkan kaki di gedung World Trade Center atau menjelajahi hutan di Portland, Oregon, atau juga jalan-jalan di new York Times Square. Belum sempat lihat air terjun Niagara. Belum sempet nyobain cerutu dari Kuba.
Belum juga pelesir ke negeri kanguru dan foto bareng kanguru atau foto bareng gajah Afrika, meskipun gue punya phobia berlebihan dengan hewan. Gue belum sempet jalan-jalan ke Korea dan Jepang dan baca buku di taman sakura. Belum juga ikutan Gay Parade di Thailand dan belum juga backpacking ke seluruh Indonesia. 

Intinya, I'm not ready to die, atau lebih tepatnya gue takut mati, cing! Pada kenyataannya ada banyak sekali hal-hal yang bisa membuat hidup ini terasa menyenangkan. Bukan hanya karena patah hati atau mengalami kegagalan, lantas hidup harus berakhir. Life is an adventure, jadi kegagalan, halangan dan rintangan itu termasuk petualangan yang harus ditempuh. 

Be a life adventurer, maju terus pantang mundur. Halah gue kok jadi penyemangat perjuangan sih??? Hehehe... Pokonya, intinya take life as a granted dan jangan lupa untuk selalu bersyukur dan bersyukur setiap saat. 

Rae, lagi usaha ganti image dari pervert jadi motivator yaaa? Hihi :p.

Friday 3 December 2010

Don't Blame Us All

Hey boy, what do you think if the girl you've been dating for these past 5 years appear to be a lesbian? What will you do if your future wife runaway with a girl?

Gue barusan dapat kabar, katanya kenalan dari kakak sepupu temannya temannya teman gue yang dikenalin sama teman gue yang satu lagi (intinya gue gak kenal siapa yang dimaksud), calon istrinya kabur sama perempuan lain. 

Wow!!! A BIG news!

Not that I never heard that some kind of news. Kayaknya udah sering gue dengar ada perempuan yang kabur sama perempuan lain. Tapi kalau soal perempuan-yang-kabur-dengan-perempuan-lain-dua-minggu-sebelum-pernikahan, hmmm that's news to me.

The first thought that came across my mind: "poor you, boy". Serius deh, gue bener-bener merasa kasihan dengan si calon pengantin pria. Bayangkan, mereka sudah pacaran selama 5 tahun dan akhirnya memutuskan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan, lalu si perempuan memutuskan untuk kabur dengan perempuan lain.

Bayangkan, gaun sudah dibeli, gedung sudah disewa, catering sudah dibayar, undangan sudah disebar. Bayangkan kerepotan yang harus dialami kedua pihak keluarga (minus si perempuan yang melarikan diri). Bayangkan rasa malu yang harus diterima ketika menghubungi semua orang yang diundang. Bayangkan, bayangkan, bayangkan...

Gue, yang lesbian juga, tetap merasa prihatin dengan si mantan-calon-pengantin-pria. Cuma yang gue sayangkan, si mantan-calon-pengantin-pria malah mengutuki para lesbian yang ada di muka bumi ini. Hey dude, stop right there! It's not our fault if your ex-future-wife decided to get cold feet and runaway with another girl. Don't stereotype us all. Enggak semua single lesbian nekat membawa kabur calon istri orang. Dan enggak semua lesbian memutuskan untuk menikah lalu kabur sebelum hari pernikahan.

Lima tahun pacaran, seharusnya lo bisa melihat gelagat pacar lo. Seharusnya lo sadar ketika jalan bareng, pacar lo lebih sering melirik perempuan lain. Seharusnya lo sadar ketika jalan bareng, pacar lo lebih senang mengomentari perempuan lain. Seharusnya lo sudah bisa mengira-ngira kenapa di saat-saat romantis (read: intim), pacar lo terlihat tidak nyaman dan tidak menikmati. Seharusnya, seharusnya, seharusnya...

Tapi bencana sudah terjadi dan gue yakin mantan-calon-pengantin-wanita punya alasannya sendiri dan dia tahu konsekuensi dari keputusan yang diambilnya. We got nothing to do with her running away thing. So, don't blame us all.